Senin, 13 Maret 2017

Analisis Iklan dengan Elaboration Likelihood Model

Saat ini dapat kita lihat persaingan periklanan yang semakin ketat. Dalam mempromosikan produknya perusahaan berusaha keras untuk tampil menarik di depan konsumennya  dengan pesan-pesan persuasif yang bahkan sangat mencolok. Tak jarang iklan dibuat sedemikian rupa agar dapat melekat dalam benak masyarakat, bahkan beberapa iklan juga menampilkan artis-artis sebagai brand ambassador  mereka. Hal-hal seperti ini tentu saja merupakan sebagian pekerjaan dari pihak marketing, namun seorang public relations juga harus berkecimpung disini mengingat masih banyak perusahaan yang masih menyatukan marketing dan public relations (MPR). Mengingat pentingnya persuasi bagi seorang public relations, maka dalam tulisan ini penulis menjelaskan tentang salah satu teori dalam public relations yaitu Elaboration Likelihood Model atau biasa disebut ELM serta pemakaian teori ELM ini dalam bidang public relations. Selain itu penulis juga akan menyertakan studi kasus yang berkaitan dengan teori Elaboration Likelihood Model ini.

ELM sendiri dipelopori oleh Richard E Petty dan John T Cacioppo, (1986), bertujuan untuk menjelaskan cara yang berbeda dari pengolahan rangsangan, mengapa rangsangan digunakan, dan hasil dari rangsangan pada perubahan sikap. ELM menjelaskan bagaimana pesan persuasi bekerja dalam mengubah sikap pembaca atau pemirsa.

Menurut Travers, Gagne dan Cronbach (Ahmadi, 2002) menyatakan bahwa sikap melibatkan 3 komponen yang saling berhubungan. Komponen tersebut yaitu:
a. Komponen kognitif, yaitu berupa pengetahuan, kepercayaan, dan pikiran yang didasarkan pada informasi yang berhubungan dengan objek.
b. Komponen afektif, yaitu menunjukkan pada dimensi emosional dari sikap, yaitu emosi yang berhubungan dengan obyek. Obyek di sini dirasakan sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
c. Komponen behavior, yaitu melibatkan salah satu predisposisi untuk bertindak terhadap obyek. Komponen ini berhubungan dengan kecenderungan untuk bertindak.

Dari ke 3 komponen tersebut, maka akan sangat penting bagi perusahaan dan instansi iklan, dalam merancang strategi pasar mereka untuk memahami dan menyesuaikan dengan sikap masyarakat, dengan kata lain ELM banyak diterapkan untuk mengkaji fenomena komunikasi, yaitu penelitian marketing dan perilaku konsumen (Lee & Schumann, 2004; Oh & Jasper, 2006; Sher & Lee, 2009, dalam Kriyantono, 2014).

Secara sederhana, Elaboration Likelihood Model terbagi menjadi dua jalur dalam pemrosesan informasi yaitu jalur sentral (central route) dan jalur periferal (peripheral route). Pada jalur sentral, individu memfokuskan diri pada pesan produk dalam iklan, sedangkan pada jalur periferal individu fokus pada daya tarik iklan. (Devitarani, 2013)

Central Route
Pemrosesan informasi Jalur Sentral adalah keadaan di mana konsumen memfokuskan diri pada pesan produk dalam iklan. Konsumen menerjemahkan pesan produk dalam iklan tersebut, lalu membentuk kepercayaan tentang ciri-ciri dan konsekuensi produk, serta mengintegrasikan makna tersebut untuk membentuk sikap dan keinginan (Andri, 2012, dalam Devitarani, 2013).

Central route adalah teknik yang digunakan ketika sasaran penerima pesan persuasi aktif ikut memikirikan atau juga berada dalam situasi atau melibatkan diri dengan informasi atau pesan persuasi yang diterimanya. Teknik penyusunan pesan biasanya lebih terorganisir, detail, kompleks, dan fokus atau tersentral pada informasi yang disampaikan, maka dari itu disebut sebagai pesan yang tersentral (Daiton & Zelly, 2005; Petty & Cacioppo, 1986, dalam Kriyantono, 2014). Berikut adalah karakteristik penerima pesan yang aktif:

1.         Mempunyai motivasi tinggi terhadap isu atau ide atau informasi yang disampaikan. Individu tersebut mempunyai motivasi yang tinggi untuk memproses segala informasi yang disampaikan. Individu tersebut mempunyai motivasi yang tinggi karena mungkin informasi tersebut relevan dengan kepentingannya.

2.         Mempunyai kemampuan untuk memproses pesan persuasi tersebut. Kemampuan untuk memproses pesan persuasi di sini adalah ketika individu mempunyai waktu yang cukup untuk memproses pesan persuasi dan mampu mengerti, memahami, dan mengevaluasi informasi tersebut.

Dalam mengambil keputusan, pemrosesan informasi Jalur Sentral akan berfikir rasional dan tidak terpengaruh oleh isyarat Periferal (Choi dan Salmon, 2013, dalam Devitarani, 2013)

Peripheral Route
Pemrosesan informasi Jalur Periferal dikenal sebagai jalur pinggir, adalah keadaan di mana hasil keputusan dalam proses kognitif muncul dari proses berpikir yang kurang mendalam. Dalam pemrosesan informasi Jalur Periferal, konsumen cenderung tidak memperhatikan isi pesan (Andri, 2012, dalam Devitarani,2013)

Peripheral route merupakan teknik yang digunakan untuk mempersuasi sasaran penerima pesan yang tidak memiliki perhatian tinggi terhadap ide atau isu yang dipersuasikan. Pesan persuasi yang disampaikan tidak langsung fokus pada isi pesannya, melainkan fokus pada upaya agar sasaran tertarik pada pesan atau ide yang ditawarkan. Menurut Cialdini (Dainton & Zelley, 2005, dalam Kriyantono,2014), cara untuk menarik perhatian penerima pesan disebut “peripheral cues”. Peripheral cues bisa berupa menghadirkan sosok public figure dalam iklan atau orang yang memiliki kredibilitas tinggi, pesan berupa penghargaan seperti hadiah atau bonus, atau pesan persuasi yang diulang secara terus menerus. Peripheral cues tidak terfokus pada isi materi pesan, tetapi komponen atau hal lain yang bisa membuat pesan lebih menarik perhatian khalayak atau penerima pesan.

Analisis Kasus

Gambar 1
Sumber :  https://www.instagram.com/infia_health/

Akun instagram @infia_health merupakan salah satu akun yang dikelola oleh perusahaan Infia Media Pratama, dikhususkan untuk membahas seputar masalah kesehatan. Gambar 1 adalah postingan @infia_health pada tanggal 12 Maret 2017. Dalam postingan ini dijelaskan tentang fakta olahraga pagi. Dalam gambar juga terdapat gambar susu Indomilk di sebelah kanan bawah serta @Indomilk juga di-mention oleh akun ini. Jika dibaca lebih lanjut terdapat kalimat terakhir pada caption yang berbunyi “…Imbangi juga dengan makan bergizi dan minum susu setelah kamu selesai berolahraga. @indomilk #sehatituasik”.Awalnya mungkin kita terkecoh dengan pesan yang disampaikan dalam gambar, menyangka ini hanyalah informasi tentang kesehatan. Namun jika dibaca lebih lanjut ternyata terdapat pesan yang diselipkan dalam rangka mengiklankan produk susu Indomilk. Periklanan secara halus ini juga membuat yakin pembacanya jika postingan ini tidak murni iklan karena bergambar orang sedang berolahraga. Perlu diketahui akun-akun dibawah naungan Infia Media Pratama memiliki ratusan ribu followers, tidak heran ada perusahaan yang menampilkan iklannya pada postingan-postingan di akun-akun instagram milik infia.

Meninjau kembali penjelasan kasus pada gambar 1 tentang iklan susu Indomilk pada postingan akun instagram @infia_health, ternyata dapat dikaitkan dengan teori ELM jalur sentral. Pihak yang memposting gambar tersebut menempatkan dirinya menjadi pembaca, sehingga ia memilih membuat informasi yang penting daripada mengedepankan iklan. Dalam teori jalur sentral, pembaca fokus pada pesan karena memiliki motivasi serta relevan dengan kepentingannya. Walaupun tidak semua orang akan terpengaruh akan iklannya, namun kemunculan Indomilk pada postingan @infia_health dapat dinilai efektif karena akun ini memiliki lebih kari 900.000 pengikut, setidaknya pembaca dapat mengetahui bahwa produk ini nyata dan beredar di pasaran.

Gambar 2
Sumber :  https://www.instagram.com/infia_health/

Keterkaitan teori dengan gambar 1 dapat dibuktikan dengan respon-respon pengikut akun instagram @infia_health pada kolom komentar, mereka mengajak yang lainnya juga untuk berolahraga pagi dan minum susu. Dapat dikatakan akun @infia_health sukses mempengaruhi pembacanya (Lihat gambar 2).

Gambar 3
Sumber: Google Images

Pada gambar 3 adalah iklan dari perusahaan minuman terkemuka, CocaCola. Dalam poster kali ini pihak CocaCola menggandeng penyanyi country popular yang sedang digandrungi para remaja seantero dunia, Taylor Swift. Iklan yang didominasi dengan warna silver, hitam dan merah ini menampilkan Taylor dengan gaun merah sedang menuang salah satu produk CocaCola yaitu Diet Coke. Di pojok kanan poster terdapat pesan “Entertain in style with TAYLOR SWIFT. Enter and you could win a $2,500 gift card and cool Diet Coke and Taylor Swift prizes to throw your own extraordinary party”. Di tahun 2014 saat Taylor Swift menjadi bintang iklan untuk produk Diet Coke ini, ia juga sedang melakukan tur dunia untuk albumnya yang bertajuk “RED”. Taylor meraih puncak kesuksesannya saat itu, tentu saja ini adalah peluang yang tepat bagi perusahaan CocaCola dalam memasarkan produknya. Dilengkapi dengan tema warna yang sama antara konsep Taylor dan CocaCola sendiri, yaitu warna merah seakan memberi kesan kalau ingat Diet Coke ingat Taylor, ingat Taylor ingat Diet Coke. Ditambah dengan hadiah dari pihak CocaCola dan dari Taylor Swift sendiri, iklan ini menjadi sangat menarik bagi penggemar setia Taylor Swift.

Penulis mengambil gambar 2 sebagai contoh dari teori jalur periferal. Melihat kembali teori dari Cialdini (Dainton & Zelley, 2005, dalam Kriyantono,2014), cara untuk menarik perhatian penerima pesan disebut “peripheral cues”, berupa menghadirkan sosok public figure dalam iklan atau orang yang memiliki kredibilitas tinggi, pesan berupa penghargaan seperti hadiah atau bonus, atau pesan persuasi yang diulang secara terus menerus. Disini pihak CocaCola membuat Taylor Swift sebagai brand ambassadornya. Taylor sendiri dikenal sebagai seorang penyanyi yang berjiwa muda dan bebas, sesuai dengan konsep dari CocaCola, sehingga pihak CocaCola menargetkan para penggemar Taylor untuk mengkonsumsi produknya. Selain itu CocaCola juga mengiming-imingi tiket konser Taylor gratis untuk beberapa fans beruntung yang membeli produk CocaCola (Lihat gambar 4). Ternyata strategi marketing ini disambut baik oleh para penggemar Taylor, bahkan mereka membeli produk CocaCola agar bisa mengambil gambar lirik lagu Taylor yang ada di kemasannya tersebut (Lihat gambar 5).


Gambar 4
Sumber :Google Images


Gambar 5
Sumber :Google Image

Sesuai degan pendapat Ahmadi (2011), apabila individu memiliki sikap positif terhadap suatu obyek maka ia akan siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu. Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia akan mengecam, mencela atau menyerang obyek itu. Maka dari itu terbukti, kehadiran public figure yang kredibel serta hadiah untuk konsumen bisa dijadikan strategi marketing.

Setelah melihat 2 contoh gambar di atas dan dianalisis berdasarkan teori ELM, maka dapat diambil kesimpulan bahwa iklan, brosur, atau pesan persuasi lainnya dari suatu instansi atau lembaga atau perusahaan yang sedang memasarkan produknya seharusnya lebih mengutamakan kelengkapan informasi yang ada di dalam pesan persuasi dan tidak hanya terfokus pada peripheral cues-nya saja, agar khalayak atau publik atau penerima pesan dapat dengan jelas memahami keseluruhan informasi atau komponen-komponen yang ada di dalam pesan persuasi tersebut. Memang, peripheral cues juga penting agar khalayak lebih tertarik lagi dengan produk yang ditawarkan, tetapi tidaklah benar jika kita terlalu terfokus pada peripheral cues-nya, karena bagaimanapun juga kelengkapan dan kejelasan isi pesan persuasi dari produk adalah hal yang utama. Akan percuma saja jika kita hanya menggembar-gemborkan peripheral cues, jika isi pesannya tidak berbobot atau tidak lengkap dan mungkin saja akan berakhir pada khalayak yang akan salah paham dengan iklan yang kita gunakan.


DAFTAR PUSTAKA

Devitarani, Yulia. (2013). Pengaruh Elaboration Likelihood Model Dalam Mempersepsi Media Luar Ruang Terhadap Sikap Kampanye Pemilihan Kepala Daerah Pada Mahasiswa Pendatang di Kota Malang. (Skripsi, Universitas Brawijaya, 2013) Diakses dari: (http://psikologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/jurnal-SKRIPSI-Yulia-Devitarani-0911233102.pdf (11 Maret 2014)
Kriyantono, R. (2014). Teori Public Relations Perspektif Barat dan Lokal Aplikasi Penelitian dan Praktik. Jakarta: Kencana.