Saat ini dapat kita lihat persaingan
periklanan yang semakin ketat. Dalam mempromosikan produknya perusahaan
berusaha keras untuk tampil menarik di depan konsumennya dengan pesan-pesan persuasif yang bahkan
sangat mencolok. Tak jarang iklan dibuat sedemikian rupa agar dapat melekat
dalam benak masyarakat, bahkan beberapa iklan juga menampilkan artis-artis
sebagai brand ambassador mereka. Hal-hal seperti ini tentu saja
merupakan sebagian pekerjaan dari pihak marketing, namun seorang public relations juga harus berkecimpung
disini mengingat masih banyak perusahaan yang masih menyatukan marketing dan public relations (MPR). Mengingat
pentingnya persuasi bagi seorang public
relations, maka dalam tulisan ini penulis menjelaskan tentang salah satu
teori dalam public relations yaitu Elaboration Likelihood Model atau biasa disebut
ELM serta pemakaian teori ELM ini dalam bidang public relations. Selain itu penulis juga akan menyertakan studi
kasus yang berkaitan dengan teori Elaboration
Likelihood Model ini.
ELM
sendiri dipelopori oleh Richard E Petty dan John T Cacioppo, (1986), bertujuan untuk menjelaskan cara yang berbeda dari pengolahan
rangsangan, mengapa rangsangan digunakan, dan hasil dari rangsangan pada perubahan sikap. ELM
menjelaskan bagaimana pesan persuasi bekerja dalam mengubah
sikap pembaca atau pemirsa.
Menurut
Travers, Gagne dan Cronbach (Ahmadi, 2002) menyatakan bahwa sikap melibatkan 3
komponen yang saling berhubungan. Komponen tersebut yaitu:
a.
Komponen kognitif, yaitu berupa pengetahuan, kepercayaan, dan pikiran yang
didasarkan pada informasi yang berhubungan dengan objek.
b.
Komponen afektif, yaitu menunjukkan pada dimensi emosional dari sikap, yaitu
emosi yang berhubungan dengan obyek. Obyek di sini dirasakan sebagai
menyenangkan atau tidak menyenangkan.
c.
Komponen behavior, yaitu melibatkan salah satu predisposisi untuk bertindak
terhadap obyek. Komponen ini berhubungan dengan kecenderungan untuk bertindak.
Dari
ke 3 komponen tersebut, maka akan sangat penting bagi perusahaan
dan instansi iklan, dalam merancang strategi pasar mereka untuk memahami dan menyesuaikan dengan
sikap masyarakat, dengan kata lain ELM banyak diterapkan untuk mengkaji
fenomena komunikasi, yaitu penelitian marketing dan perilaku konsumen (Lee
& Schumann, 2004; Oh & Jasper, 2006; Sher & Lee, 2009, dalam
Kriyantono, 2014).
Secara
sederhana, Elaboration Likelihood Model
terbagi menjadi dua jalur dalam pemrosesan informasi yaitu jalur sentral (central route) dan jalur periferal (peripheral route). Pada jalur sentral, individu
memfokuskan diri pada pesan produk dalam iklan, sedangkan pada jalur periferal
individu fokus pada daya tarik iklan. (Devitarani, 2013)
Central Route
Pemrosesan
informasi Jalur Sentral adalah keadaan di mana konsumen memfokuskan diri pada
pesan produk dalam iklan. Konsumen menerjemahkan pesan produk dalam iklan
tersebut, lalu membentuk kepercayaan tentang ciri-ciri dan konsekuensi produk,
serta mengintegrasikan makna tersebut untuk membentuk sikap dan keinginan
(Andri, 2012, dalam Devitarani, 2013).
Central route
adalah teknik yang digunakan ketika sasaran penerima pesan persuasi aktif ikut
memikirikan atau juga berada dalam situasi atau melibatkan diri dengan
informasi atau pesan persuasi yang diterimanya. Teknik penyusunan pesan
biasanya lebih terorganisir, detail, kompleks, dan fokus atau tersentral pada
informasi yang disampaikan, maka dari itu disebut sebagai pesan yang tersentral
(Daiton & Zelly, 2005; Petty & Cacioppo, 1986, dalam Kriyantono, 2014).
Berikut adalah karakteristik penerima pesan yang aktif:
1.
Mempunyai motivasi tinggi terhadap isu
atau ide atau informasi yang disampaikan. Individu tersebut mempunyai motivasi
yang tinggi untuk memproses segala informasi yang disampaikan. Individu
tersebut mempunyai motivasi yang tinggi karena mungkin informasi tersebut
relevan dengan kepentingannya.
2.
Mempunyai kemampuan untuk memproses
pesan persuasi tersebut. Kemampuan untuk memproses pesan persuasi di sini
adalah ketika individu mempunyai waktu yang cukup untuk memproses pesan
persuasi dan mampu mengerti, memahami, dan mengevaluasi informasi tersebut.
Dalam
mengambil keputusan, pemrosesan informasi Jalur Sentral akan berfikir rasional
dan tidak terpengaruh oleh isyarat Periferal (Choi dan Salmon, 2013, dalam
Devitarani, 2013)
Peripheral
Route
Pemrosesan informasi Jalur Periferal
dikenal sebagai jalur pinggir, adalah keadaan di mana hasil keputusan dalam
proses kognitif muncul dari proses berpikir yang kurang mendalam. Dalam
pemrosesan informasi Jalur Periferal, konsumen cenderung tidak memperhatikan
isi pesan (Andri, 2012, dalam Devitarani,2013)
Peripheral
route merupakan teknik yang digunakan untuk mempersuasi sasaran penerima pesan
yang tidak memiliki perhatian tinggi terhadap ide atau isu yang dipersuasikan. Pesan
persuasi yang disampaikan tidak langsung fokus pada isi pesannya, melainkan
fokus pada upaya agar sasaran tertarik pada pesan atau ide yang ditawarkan.
Menurut Cialdini (Dainton & Zelley, 2005, dalam Kriyantono,2014), cara
untuk menarik perhatian penerima pesan disebut “peripheral cues”. Peripheral
cues bisa berupa menghadirkan sosok public figure dalam iklan atau orang yang
memiliki kredibilitas tinggi, pesan berupa penghargaan seperti hadiah atau
bonus, atau pesan persuasi yang diulang secara terus menerus. Peripheral cues
tidak terfokus pada isi materi pesan, tetapi komponen atau hal lain yang bisa
membuat pesan lebih menarik perhatian khalayak atau penerima pesan.
Analisis Kasus
Gambar 1 Sumber : https://www.instagram.com/infia_health/ |
Akun
instagram @infia_health merupakan salah satu akun yang dikelola oleh perusahaan
Infia Media Pratama, dikhususkan untuk membahas seputar masalah kesehatan. Gambar
1 adalah postingan @infia_health pada tanggal 12 Maret 2017. Dalam postingan
ini dijelaskan tentang fakta olahraga pagi. Dalam gambar juga terdapat gambar
susu Indomilk di sebelah kanan bawah serta @Indomilk juga di-mention oleh akun ini. Jika dibaca lebih lanjut terdapat kalimat
terakhir pada caption yang berbunyi
“…Imbangi juga dengan makan bergizi dan minum susu setelah kamu selesai
berolahraga. @indomilk #sehatituasik”.Awalnya mungkin kita terkecoh dengan
pesan yang disampaikan dalam gambar, menyangka ini hanyalah informasi tentang
kesehatan. Namun jika dibaca lebih lanjut ternyata terdapat pesan yang
diselipkan dalam rangka mengiklankan produk susu Indomilk. Periklanan secara halus
ini juga membuat yakin pembacanya jika postingan ini tidak murni iklan karena
bergambar orang sedang berolahraga. Perlu diketahui akun-akun dibawah naungan
Infia Media Pratama memiliki ratusan ribu followers,
tidak heran ada perusahaan yang menampilkan iklannya pada postingan-postingan
di akun-akun instagram milik infia.
Meninjau
kembali penjelasan kasus pada gambar 1 tentang iklan susu Indomilk pada
postingan akun instagram @infia_health, ternyata dapat dikaitkan dengan teori
ELM jalur sentral. Pihak yang memposting gambar tersebut menempatkan dirinya
menjadi pembaca, sehingga ia memilih membuat informasi yang penting daripada
mengedepankan iklan. Dalam teori jalur sentral, pembaca fokus pada pesan karena
memiliki motivasi serta relevan dengan kepentingannya. Walaupun tidak semua
orang akan terpengaruh akan iklannya, namun kemunculan Indomilk pada postingan
@infia_health dapat dinilai efektif karena akun ini memiliki lebih kari 900.000
pengikut, setidaknya pembaca dapat mengetahui bahwa produk ini nyata dan
beredar di pasaran.
Gambar 2 Sumber : https://www.instagram.com/infia_health/ |
Keterkaitan teori
dengan gambar 1 dapat dibuktikan dengan respon-respon pengikut akun instagram
@infia_health pada kolom komentar, mereka mengajak yang lainnya juga untuk
berolahraga pagi dan minum susu. Dapat dikatakan akun @infia_health sukses
mempengaruhi pembacanya (Lihat gambar 2).
Gambar 3 Sumber: Google Images |
Pada gambar 3 adalah iklan
dari perusahaan minuman terkemuka, CocaCola. Dalam poster kali ini pihak CocaCola
menggandeng penyanyi country popular
yang sedang digandrungi para remaja seantero dunia, Taylor Swift. Iklan yang
didominasi dengan warna silver, hitam dan merah ini menampilkan Taylor dengan
gaun merah sedang menuang salah satu produk CocaCola yaitu Diet Coke. Di pojok
kanan poster terdapat pesan “Entertain in
style with TAYLOR SWIFT. Enter and
you could win a $2,500 gift card and cool Diet Coke and Taylor Swift prizes to
throw your own extraordinary party”. Di tahun 2014 saat Taylor Swift
menjadi bintang iklan untuk produk Diet Coke ini, ia juga sedang melakukan tur
dunia untuk albumnya yang bertajuk “RED”. Taylor meraih puncak kesuksesannya
saat itu, tentu saja ini adalah peluang yang tepat bagi perusahaan CocaCola
dalam memasarkan produknya. Dilengkapi dengan tema warna yang sama antara
konsep Taylor dan CocaCola sendiri, yaitu warna merah seakan memberi kesan
kalau ingat Diet Coke ingat Taylor, ingat Taylor ingat Diet Coke. Ditambah
dengan hadiah dari pihak CocaCola dan dari Taylor Swift sendiri, iklan ini
menjadi sangat menarik bagi penggemar setia Taylor Swift.
Penulis
mengambil gambar 2 sebagai contoh dari teori jalur periferal. Melihat kembali
teori dari Cialdini (Dainton & Zelley, 2005, dalam Kriyantono,2014), cara
untuk menarik perhatian penerima pesan disebut “peripheral cues”, berupa
menghadirkan sosok public figure
dalam iklan atau orang yang memiliki kredibilitas tinggi, pesan berupa
penghargaan seperti hadiah atau bonus, atau pesan persuasi yang diulang secara
terus menerus. Disini pihak CocaCola membuat Taylor Swift sebagai brand ambassadornya. Taylor sendiri
dikenal sebagai seorang penyanyi yang berjiwa muda dan bebas, sesuai dengan
konsep dari CocaCola, sehingga pihak CocaCola menargetkan para penggemar Taylor
untuk mengkonsumsi produknya. Selain itu CocaCola juga mengiming-imingi tiket
konser Taylor gratis untuk beberapa fans beruntung yang membeli produk CocaCola
(Lihat gambar 4). Ternyata strategi marketing ini disambut baik oleh para penggemar
Taylor, bahkan mereka membeli produk CocaCola agar bisa mengambil gambar lirik
lagu Taylor yang ada di kemasannya tersebut (Lihat gambar 5).
Gambar 4
Sumber :Google Images
|
Gambar 5
Sumber :Google Image
|
Sesuai
degan pendapat Ahmadi (2011), apabila individu memiliki sikap positif terhadap
suatu obyek maka ia akan siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang
menguntungkan obyek itu. Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif
terhadap suatu obyek, maka ia akan mengecam, mencela atau menyerang obyek itu.
Maka dari itu terbukti, kehadiran public
figure yang kredibel serta hadiah untuk konsumen bisa dijadikan strategi
marketing.
Setelah melihat 2 contoh gambar di atas dan
dianalisis berdasarkan teori ELM, maka dapat diambil kesimpulan bahwa iklan,
brosur, atau pesan persuasi lainnya dari suatu instansi atau lembaga atau
perusahaan yang sedang memasarkan produknya seharusnya lebih mengutamakan
kelengkapan informasi yang ada di dalam pesan persuasi dan tidak hanya terfokus
pada peripheral cues-nya saja, agar khalayak atau publik atau penerima pesan dapat
dengan jelas memahami keseluruhan informasi atau komponen-komponen yang ada di
dalam pesan persuasi tersebut. Memang, peripheral cues juga penting agar
khalayak lebih tertarik lagi dengan produk yang ditawarkan, tetapi tidaklah
benar jika kita terlalu terfokus pada peripheral cues-nya, karena bagaimanapun
juga kelengkapan dan kejelasan isi pesan persuasi dari produk adalah hal yang
utama. Akan percuma saja jika kita hanya menggembar-gemborkan peripheral cues,
jika isi pesannya tidak berbobot atau tidak lengkap dan mungkin saja akan
berakhir pada khalayak yang akan salah paham dengan iklan yang kita gunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Devitarani, Yulia. (2013). Pengaruh Elaboration Likelihood Model Dalam
Mempersepsi Media Luar Ruang Terhadap Sikap Kampanye Pemilihan Kepala Daerah
Pada Mahasiswa Pendatang di Kota Malang. (Skripsi, Universitas Brawijaya,
2013) Diakses dari: (http://psikologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/jurnal-SKRIPSI-Yulia-Devitarani-0911233102.pdf
(11 Maret 2014)
Kriyantono,
R. (2014). Teori Public Relations
Perspektif Barat dan Lokal Aplikasi Penelitian dan Praktik. Jakarta:
Kencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar